Mitos 1: Kebiasaan menyusui sebagai pengantar atau peneman bayi tidur akan membuat bayi selalu terbangun di malam hari
Fakta:
- Studi Brown & Harries (2015) menunjukkan bahwa 78,6% bayi usia 6–12 bulan masih terbangun malam hari, tetapi ini merupakan perilaku biologis normal dan tidak terkait dengan kebiasaan menyusui.
- Meta-analisis Srimoragot et al. (2022) menemukan bahwa bayi yang disusui memang lebih sering terbangun untuk menyusu, tetapi ibu menyusui memiliki total durasi tidur yang lebih lama karena proses menyusui lebih cepat menenangkan bayi.
- Kesimpulan: Terbangun malam adalah hal normal pada bayi, dan menyusui justru membantu ibu tidur lebih lama.
Mitos 2: Bayi tidak akan tidur jika belum disusui
Fakta:
- Menurut Brown & Harries (2015), bayi yang diberi susu formula juga terbangun malam, tetapi mereka tidak selalu diberi makan. Ini menunjukkan bahwa bayi terbangun bukan hanya karena lapar, tetapi juga untuk kenyamanan atau keamanan.
- Kesimpulan: Bayi terbangun karena kebutuhan biologis (kenyamanan, kedekatan), bukan semata karena ketergantungan pada menyusu.
Mitos 3: Bayi akan sering batuk
Fakta:
- Batuk lebih terkait dengan infeksi, alergi, atau aspirasi cairan, bukan pola menyusui.
- Kesimpulan: Pernyataan ini tidak didukung oleh data ilmiah.
Mitos 4: Bayi jadi malas makan di pagi hari
Fakta:
- Studi Brown & Harries (2015) menyatakan bahwa bayi yang mendapat lebih banyak asupan di siang hari (termasuk MPASI) cenderung lebih sedikit menyusu malam, tetapi tidak ada bukti bahwa mereka “malas makan pagi.”
- Kesimpulan: Pola makan bayi dipengaruhi oleh kebutuhan kalori, bukan kebiasaan menyusu sebelum tidur.
Mitos 5: Bayi akan sering tantrum karena mengantuk di pagi sampai sore hari
Fakta:
- Studi Kendall-Tackett et al. (2018) menunjukkan bahwa ibu yang menyusui eksklusif dan bedsharing melaporkan tingkat kecemasan dan iritabilitas yang lebih rendah pada diri mereka sendiri, yang mungkin mengurangi stres pada bayi.
- Kesimpulan: Tantrum lebih terkait dengan faktor lingkungan (kelelahan orang tua, rutinitas) daripada kebiasaan menyusu.
Mitos 6: Bayi akan butuh effort untuk makan
Fakta:
- Sudut Pandang Bayi:
- Menyusu adalah refleks alami untuk kenyamanan dan nutrisi. Bayi yang terbiasa menyusu sebelum tidur mungkin merasa lebih tenang, sehingga tidak memerlukan “effort” ekstra.
- Pada bayi yang sudah mendapat MPASI, asupan padat di siang hari mungkin mengurangi rasa lapar malam (Brown & Harries, 2015), tetapi mereka tetap membutuhkan kenyamanan melalui menyusu.
- Sudut Pandang Orang Tua:
- Menyusui sebelum tidur dapat mempermudah proses menidurkan bayi karena efek menenangkan dari hormon oksitosin (Kendall-Tackett et al., 2018).
- Kesimpulan: Kebiasaan menyusu justru mengurangi “effort” orang tua dalam menenangkan bayi.
Mitos 7: Kualitas hidup bayi akan menurun karena sering sakit
Fakta:
- Menyusui eksklusif justru meningkatkan imunitas bayi dan mengurangi risiko infeksi (WHO, 2003). Studi Kendall-Tackett et al. (2018) juga menunjukkan bahwa bayi yang disusui memiliki kesehatan fisik yang lebih baik.
- Kesimpulan: Menyusui meningkatkan kualitas hidup bayi, bukan sebaliknya.
Mitos 8: Kualitas tidur orangtua tidak baik
Fakta:
- Meta-analisis Srimoragot et al. (2022) menemukan bahwa ibu menyusui memiliki tidur malam 14–24 menit lebih lama daripada ibu non-menyusui.
- Co-sleeping dengan menyusui meningkatkan efisiensi tidur ibu karena bayi lebih cepat tenang (Kendall-Tackett et al., 2018).
- Kesimpulan: Kualitas tidur orang tua bergantung pada pola pengasuhan, bukan semata kebiasaan menyusu.
Mitos 9: Kelelahan fisik
Fakta:
- Studi Doan et al. (2007) dalam Srimoragot et al. (2022) menunjukkan bahwa ibu menyusui memiliki total tidur lebih lama dan lebih sedikit kelelahan dibandingkan ibu yang memberikan formula.
- Kesimpulan: Kelelahan lebih terkait dengan kurangnya dukungan sosial atau gangguan tidur non-menyusui.
Kesimpulan Umum:
Menyusui, terutama dengan co-sleeping yang aman, justru meningkatkan kualitas tidur ibu dan kesejahteraan bayi. Terbangun malam adalah normal pada bayi, dan menyusui memberikan manfaat psikologis serta fisiologis bagi kedua pihak. Rekomendasi untuk menghindari menyusui sebelum tidur perlu ditinjau ulang dengan mempertimbangkan konteks budaya dan kebutuhan individu.